http://www.segigarut.blogspot.com

Kamis, 12 Agustus 2010

Hijrah; Membangun Strategi Da'wah. @: Irfan Kasyaf Noerfiqhy



Perubahan merupakan peristiwa sunatullah yang tidak dapat dielakkan lagi, sehingga dengan ini manusia dapat hidup berpariasi, merasakan baik ataupun buruk, senang ataupun sedih, sukses ataupun gagal. Tiada yang mempunyai sifat ketetapan, melainkan Allah Swt yang Maha tetap hidup, tetap rahmân dan rahîm. Perubahan dapat menuntut manusia berfikir kreatif dalam menghadapi percaturan hidupnya di dunia. Adapun dunia adalah permainan semata, akan tetapi alangkah bahagianya jika kita bisa menjadi pemain yang terbaik dibandingkan pemain-pemain lainnya, tentunya kita mesti bisa mengendalikan permainan di saat permainan itu menuntut merubah diri atau lingkungannya, bukannya kita yang malah dikendalikan oleh permainan, sebab itu Kahlil Gibran pernah berkata "Kamu boleh berubah menuruti musim, tetapi musim jangan sampai merubah kamu"

Hijrah Muslimin
Hijrah, merupakan usaha menuju perbaikan da'wah Rasulullah beserta perbaikan strategi pengembangan da'wah beliau. Ini terjadi setelah beliau merasakan da'wahnya di Makkah banyak mengorbankan pengikutnya yang lemah dan miskin. Walaupun sebelumnya, beliau beserta pengikutnya sabar menghadapi segala penderitaan dan cacian dari kafir Quraisy, sehingga pernah salah seorang sahabat meminta kepada Rasulullah agar memanjatkan do'a kepada Allah Swt untuk keselamatan mereka, tetapi Rasul lebih memilih menguatkan hati dan aqidah mereka dengan mengkisahkan orang-orang sebelum mereka yang disiksa, dikubur hidup-hidup di dalam tanah, atau ada yang dipotong dengan gergaji, tetapi mereka tetap tidak rela menanggalkan agama tauhid, dan mereka tidak takut kecuali kepada Allah Swt.
Kata Hijrah diambil dari tiga huruf Ha Ja Ra yang artinya Taraka (meninggalkan), jadi arti Hijrah Rasulullah beserta kaumnya adalah "Usaha meninggalkan tempat tinggal, harta, dan segala yang dimilikinya (kecuali aqidah mereka) demi mengharapkan keutamaan dari Allah Swt". Sehingga dengan Hijrah ini, mereka diangkat derajatnya oleh Allah Swt (QS. At Taubah : 20) dan diberikan kemenangan (QS. Al Hasyr : 8).
Hijrah pertama dilakukan kaum muslimin menuju Habasyah (saat ini bernama Etiopia), setelah Nabi Saw mengetahui sosok raja Habasyah yang menanamkan sikap kebebasan berpendapat, kebebasan beragama dan kebebasan menyerukan da'wah kepada rakyatnya. Hijrah ke Habasyah ini dilakukan oleh 12 orang yang dipimpin oleh Utsman Ibnu Affan yang ketika itu beliau bersama istrinya, Ruqayyah binti Rasulullah, ini terjadi pada tahun ke-empat setelah kenabian. Kemudian Hijrah kedua dilakukan oleh 83 orang laki-laki dan 18/19 orang perempuan menuju Habasyah.
Setelah kepergian sebagian sahabat menuju Habasyah, penyiksaan dan cercaan begitu deras dirasakan oleh Nabi Saw beserta kaumnya, akan tetapi pada tahun kedelapan setelah kenabian, Allah menghadiahkan mereka dengan keIslaman Hamzah Ibnu Abdul Muthalib dan selanjutnya disusul dengan Islamnya Umar bin Khathab selang tiga hari setelah keIslaman Hamzah, sehingga kekuatan Islam terbantu oleh sikap patriotik keduanya. Setelah kafir Quraisy mengetahui keislaman dua singa Islam ini, mereka menekankan penyiksaannya kepada orang-orang miskin dan lemah.
Setelah berlangsung lama kaum muslimin merasakan penyiksaan, maka Nabi Saw diperintahkan oleh Allah untuk melaksanakan Hijrah menuju Yatsrib (sekarang bernama Madinah). Peristiwa Hijrah ini terjadi setelah diadakannya perjanjian Aqabah pada tahun ke-11 setelah kenabian, dan perjanjian Aqabah kedua pada tahun ke-13 setelah kenabian. Perjanjian ini dilakukan sebagai politik da'wah Rasul di dalam mengembangkan da'wahnya, sehingga penduduk Yatsrib berduyun-duyun memasuki agama tauhid.
Hijrah merupakan asas dari kemenangan agama Allah, dan bisa menghantarkan muslimin menuju percokolan politik dunia. Serta dengan Hijrah ini, bisa terbukti bahwa agama yang dibawa oleh Rasulullah semata-mata adalah benar, sebab jika Rasulullah beserta kaumnya tetap menetap dan berbaur dengan kafir Quraisy di Makkah, maka orang-orang yang lemah imannya beserta para musuh Allah akan berkata "Muhammad diperintahkan bersama kaumnya hanya untuk mencengkram hegemoni bangsa Arab dan sekitarnya". Anggapan ini bisa terjadi karena Makkah merupakan pusat peribadatan dan pusat perdagangan bangsa Arab, sebab itu jika Nabi tetap bertahan menetap maka gerak da'wahnya akan terlihat sebatas politis bukannya Rahmatan lil A'lamîn.
Nabi Muhammad Saw akhirnya Hijrah setelah mayoritas kaumnya lebih dahulu berHijrah menuju Yatsrib, padahal beliau sendiri mengakui bahwa Makkah adalah negri yang sangat dicintainya, sebagaimana sabdanya "Demi Allah, sesungguhnya kamu (Makkah) adalah sebaik-baik bumi, dan aku mencintai bumi Allah karena Allah. Kalaulah aku tidak diperintahkan untuk keluar darimu, aku tidak akan keluar" (HR. At Tirmidzi). Akan tetapi dengan keta'atannya kepada Allah Swt, Nabipun berhijrah bersama Abu Bakar.

Mu'jizat sewaktu hijrah
Mu'jizat adalah keagungan Allah yang hanya didapatkan oleh para Nabi-Nya, maka tidak heran jika Nabi Saw pun mendapat mu'jizat sewaktu perjalanan hijrahnya. Setidaknya ada lima mu'jizat yang diterima Rasulullah ketika berhijrah :
1. Ketika Nabi keluar dengan selamat dari rumahnya bersama Abu Bakar, padahal pada waktu itu para kafir Quraisy berjaga di depan rumah beliau untuk membunuhnya.
2. Kejadian di Gua Tsur, pada waktu itu di pintu gua terdapat jalinan rumah laba-laba yang bisa mengecoh kafir Quraisy. Padahal jika saja kepala mereka masuk ke mulut gua, mereka akan langsung melihat keduanya.
3. Masih di gua Tsur, ketika itu Abu Bakar terkena sengatan ular yang membuatnya menitikkan air mata, kemudian Nabi meludahi bekas sengatan tersebut dan akhirnya Abu Bakar sembuh.
4. Kejadian di tengah padang pasir, pada waktu itu Nabi bersama Abu Bakar diintai oleh Suraqah Ibnu Malik (seorang penunggang kuda terbaik) yang ingin membunuh keduanya. Akan tetapi dengan iradah Allah, kuda Suraqah empat kali terperosok ke dalam pasir, akhirnya rencana pembunuhan itu tidak berhasil.
5. Ketika Nabi mendatangi rumah Ummu Ma'bad, seorang dermawan yang biasa memberikan minuman kepada orang yang melewati rumahnya. Akan tetapi pada waktu itu kambing Ummu Ma'bad sudah tidak bisa mengeluarkan susunya, sehingga dia tidak dapat memberikan minum kepada Nabi dan Abu Bakar. Akan tetapi dengan mu'jizatnya, kambing itu bisa mengeluarkan susu, sehingga beliau dan Abu Bakar bisa meminumnya.

Muslimin di Madinah
Hijrahnya Rasulullah juga merupakan suatu mu'jizat yang sangat agung, karena dengan hijrahnya beliau bersama muslimin bisa membuka pintu-pintu da'wah keberbagai pelosok negri Arab, serta beliau bisa membangun agama, sosial, politik dan ekonomi dengan nuansa Islami di Madinah. Oleh karena itu, masyarakat madani (civil society) secara nyata pernah terjadi pada jaman Nabi Muhammad Saw yaitu komunitas muslim pertama di kota Madinah.
Pembangunan agama beliau lakukan dengan menekankan nilai-nilai aqidah yang sudah dipupuk Muhajirin semasa di Makkah, serta dilanjutkan pada nilai-nilai ibadah yang dimulai dengan pelajaran NIAT. Bahwa segala sesuatu mesti diawali dengan niat, sebab yang membedakan ibadah dengan adat-kebiasaan adalah niat. Pembangunan sosial beliau pupuk dengan mempersahabatkan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, sehingga bisa meleburkan sekat-sekat chauvinisme dan menjunjung rasa Itsar (mendahulukan orang lain) dalam pergaulan mereka. Juga memerintahkan mereka kepada nilai-nilai sosial-budaya yang berakhlaqul karimah (QS. Al Mâidah : 2).
Dalam pembangunan politik, Rasulullah adalah contoh pemimpin yang sukses dalam suatu negara, karena beliau bisa mendamaikan agama-agama yang ada di Madinah. Padahal yang menjadi permasalahan para pemimpin sekarang ini banyak berkisar dalam permasalahan penyelesaian konflik antar agama. Kebebasan beragama ini beliau mulai dengan diadakannya Madinatu Carter (perjanjian Madinah) antar agama yang ada di Yatsrib, yang kemudian perjanjian ini dikhianati oleh Yahudi. Beliaupun menjadikan pusat pemerintahannya di suatu tempat yang diberkahi Allah, yaitu Mesjid Nabawi. Hal ini bisa membuat kondisi ruhani anggota dewan yang mengadakan rapat menjadi senantiasa suci, sehingga menghasilkan keputusan-keputusan rapat yang dapat mengobati permasalahan rakyat yang sedang terjadi. Ini semua beliau lakukan dengan menjunjung tinggi nilai musyawarah (QS. Asy Syûra : 38 & Ali I'mran : 159) dan mengajarkan nilai politik egaliterianisme (kesederajatan) antar pemerintah dengan rakyat (QS. Al Hujurât : 13).
Dalam pembangunan ekonomi, beliau memerintahkan kepada nilai ekonomi yang jujur dan memelihara keamanan harta rakyat (QS. Al Baqarah : 188). Serta demi terjadinya sirklus uang (harta) dalam masyarakat juga menghindari mobilisasi kekayaan oleh orang-orang kaya, maka Nabi memerintahkan umat Islam agar mengeluarkan zakat dan infaq untuk faqir-miskin. Serta memerintahkan non-muslim agar mengeluarkan jizyah sebagai pengganti zakat/infaq dan sebagai pajak dari mereka karena diberikan keamanan oleh pemerintahan Islam.

Durus wa I'bâr (pelajaran dan ibrah) dari Hijrah
Dimulai dari perjalanan Nabi Saw sehingga sampai menuju Yatsrib, kita bisa mengambil beberapa pelajaran yang dapat kita contoh, di antaranya :
1. Mesti mempunyai taktik di dalam menghadapi musuh Islam, ini bisa dilihat dari perjalanan Nabi menuju Madinah dengan memakai jalur Yaman yang mesti melewati pegunungan dan bebatuan yang terjal, dan tidak memakai jalur yang langsung menuju Madinah. Karena beliau hendak mengecoh siasat kafir Quraisy yang mengejar beliau.
2. Tawakkal merupakan kunci kedua setelah berusaha, karena dengan tawakkal, Allah akan menolong hambanya (QS. Al A'raf : 89). Sebagaimana ketika terjadi di gua Tsur, atau yang terjadi ketika Suraqah mengejar Nabi Saw. Oleh karena itu Nabi bersabda kepada Abu Bakar "Apa pendapatmu dengan dua orang, yang jika ketiganya itu adalah Allah?" (HR. Bukhari).
3. Kekuatan jasad adalah aspek yang mendukung keberhasilan da'wah, karena jika saja jasad Nabi dan Abu Bakar lemah ketika berhijrah, maka mereka tidak akan berhasil menuju Yatsrib.
4. Partner yang shaleh, loyal dan cerdas sangat mendukung suksesnya da'wah, sebagaimana Abu Bakar yang mengawal Nabi Saw berhijrah. Saking loyalnya beliau kepada Nabi, beliau terkadang berjalan di depan Nabi, kemudian ke sisi kiri, lalu ke sisi kanan, juga ke belakang demi menjaga kekasihnya ini.
5. Sabar dari segala cobaan yang menerpa diri dan da'wah.

Hijrah merupakan proses perubahan dalam kehidupan, oleh karena itu Allah berfirman "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja." (Al 'Ankabût : 56), ayat ini memerintahkan kita untuk berubah dengan cara hijrah dari negara orang kafir, jika disana kita tidak bisa melakukan keta'atan kepada Allah. Sedangkan Hijrah masih berlangsung sampai sekarang, sebagaimana yang dikatakan Syaikh Abdul Munshif Mahmud Abdul Fatah, "Hijrah yang dilarang oleh Nabi itu adalah Hijrah yang melewati batas, karena Islam adalah agama yang toleran".
Marilah kita mulai berhijrah dari kemaksiatan menuju keshalehan, dari kebodohan menuju pengetahuan, dari salah kepada yang benar, karena kesalahan akan selalu kita lakukan. Maka janganlah berhenti berhijrah.

In Urîdu Illal Ishlâha Mastatha’tu

Rabu, 11 Agustus 2010

Kembali Mensucikan Hati


Kembali Mensucikan Hati
Oleh : Irfan Kasyaf Noerfiqhy

Sebuah bola lampu setiap harinya akan terus tertempeli debu, sehingga pijaran yang terpancar dari lampu tersebut akan lemah jika ia tidak selalu dibersihkan. Begitu pula dengan hati manusia, ketika dia terus ditempeli oleh noda hitam dosa yang diperbuatnya, maka lambat-laun cahaya di hatinya semakin meredup dan akhirnya dia mati.
Kita semua tahu bahwa tidak akan ada seorang manusiapun yang tidak pernah melakukan dosa, mengapa demikian?, karena Allah telah mengilhamkan dua kecenderungan fitrah kepada manusia, dan manusia diberikan kebebasan untuk memilih antara dua kecenderungan tersebut. Dua kecenderungan yang saya maksudkan terdapat dalam Al Qur'an surat Asy Syams: 8, yaitu kecenderungan pada taqwa dan kecenderungan pada perbuatan dosa. Akan tetapi, Allah memberikan catatan penting setelah memberikan manusia kebebasan untuk memilih, yaitu sebuah peringatan yang tertera pada ayat berikutnya "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya". Pertarungan dua kecenderungan ini tidak akan berhenti kecuali jika nyawa sudah lepas dari jasad, sehingga terkadang pertarungan ini dimenangkan oleh ketaqwaan dan terkadang oleh kemaksiatan.
Karenanya Nabi Saw. pernah bersada bahwa jasad manusia tergantung pada segumpal daging (baca: hati), maka kita mesti mengenal bagaimana cara memeliharanya. Hati kita tidak jauh perannya seperti jasad yang membalutnya, sebagaimana jasad membutuhkan penjagaan agar tetap selamat, butuh makanan agar bisa tetap hidup, dan membutuhkan pengobatan agar dia tetap sehat. Begitu pula dengan hati kita, dia membutuhkan penjagaan dari serangan cinta dunia dan ketakutan dari kematian, agar dia tetap terjaga. Dia butuh makanan dengan menu syukur, perbaikan kualitas ibadah dan amalan baik lainnya, agar dia tetap hidup, juga dia pun membutuhkan pengobatan dengan taubatan nashuha, agar dia tetap sehat.
Nabi Muhammad Saw pernah bersabda "Setiap anak cucu Adam berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah mereka yang senantiasa bertaubat" (HR. Muslim). Jadi, ketika lampu hati kita terkena noda hitam dosa, maka sudah sewajarnya bagi mereka yang ingin menjadi seorang pendosa terbaik dari para pendosa lainnya, untuk segera membersihkannya dengan TAUBAT. Adapun taubat ini mesti dilakukan secara berkesinambungan, karena dosapun akan terus-menerus menghampiri kita.
Hadis di atas tidak diartikan bahwa manusia akan menanggung dosa para pendahulunya, karena di dalam agama Islam tidak mengenal "Dosa warisan", sebab Allah hanya akan mempertanyakan amalan manusia sesuai dengan apa yang diperbuatnya selama di dunia. Juga, Islam tidak mengenal “Surat Pengampunan Dosa”, tetapi Islam mengajarkan manusia berTawasul (memakai perantara do'a), adapun tawasul ini hanya bisa dilakukan dengan tiga cara, pertama, bertawasul dengan amalan-amalan baik, misalnya berdo'a "Ya Allah, saya pernah bersedekah maka saya bertawasul dengan amalan saya ini untuk meminta pengampunan dari-Mu". Namun, jika merasa amal baik kita sedikit, maka bisa bertawasul dengan cara yang kedua, yaitu bertawasul dengan Asmâ (nama-nama) Allah, sebagaimana terdapat dalam surat Al A'raf: 180 dan Al Isrâ: 110. Atau bertawasul dengan cara yang ketiga, yaitu bertawasul dengan minta dido'akan oleh orang yang shaleh yang masih hidup (bukan kepada orang shaleh yang sudah meninggal).
Kembali ke pembahasan taubat. Apakah kita pernah bertanya pada hati sendiri, mengapa saya enggan untuk bertaubat, padahal Allah Swt menyukai orang-orang yang senantiasa bertaubat?, mengapa saya mesti malu pada manusia di saat hati saya menunutut untuk bertaubat?, mengapa saya pesimis dengan kasih sayang Allah Swt? ataukah karena saya masih ingin mengulang dosa itu hingga enggan untuk bertaubat?, kenapa saya memastikan bahwa saya masih bisa hidup esok hari, padahal tidak sedikit orang yang meninggal secara tiba-tiba?. Alangkah indahnya jika maut datang ketika kita sedang beribadah, dan alangkah ruginya jika maut datang ketika kita sedang berbuat dosa!.
Saudaraku sesama muslim, ulangi terus pertanyaan-pertanyaan tadi, agar kecenderungan taqwa kita tersadarkan. Kenapa?, karena kekuatan taqwa semakin melemah ketika kita terus melakukan dosa tanpa bertaubat, sehingga teriakan-teriakan ketaqwaan semakin sayup tak terdengar. Maka dengan pertanyaan-pertanyaan ini setidaknya bisa menyadarkan hati, meskipun pada awalnya getaran hati masih terasa datar. Tapi dengan terus bertanya kepada hati, maka lama-kelamaan getaran itu mulai naik dan mendaki menuju taubatan nashuha. Akhirnya, kondisi taqwa akan kembali pulih, dan kekuatan dosa akan terus berangsur melemah. Karenanya Rasulullah bersabda “Minta fatwalah kepada hatimu” (HR. Ahmad dan Ad Darimi, dengan sanadnya yang Hasan)
Ketika getaran itu mulai terasa, maka jangan berhenti sampai disana, tapi teruskan pada tingkatan yang disukai oleh Allah, yaitu Taubatan Nashuha, artinya taubat dengan sebenar-benarnya taubat. Hasan Al Bashri pernah ditanya mengenai maksud dari Taubatan Nashuha?, beliau menjawab yaitu “Hati yang menyesal, lidah yang beristighfar dan anggota tubuh yang segera meninggalkannya”. Jadi taubat yang sebenarnya tidak hanya penyesalan hati dan pengikraran lidah saja, tapi mesti dibuktikan dengan anggota tubuh kita. Karena ketika hati kita mulai menyesali, lalu lidah kita mengikrarkannya, kemudian mata menitikkan air matanya karena takut kepada Allah, maka tunggulah janji Rasulullah Saw : “Tidak akan masuk neraka seorang laki-laki yang menangis karena takut pada Allah, sampai kembalinya susu ke tetek …” (HR. Tirmidzi, beliau berkata Hadis ini hasan shahih ). Sabdanya yang lain “Tujuh golongan yang akan dilindungi Allah pada hari tidak ada lindungan kecuali lindungan dari Allah adalah : … dan laki-laki yang mengingat Allah sampai berlinang air matanya" (HR. Muttafaq A'laih).
Selanjutnya, tinggal kita yang mulai meraba hati dan perbuatan, apakah taubat kita diterima oleh Allah Swt. ataukah sebaliknya. Syaikh Muhammad Husain Ya’qub mengutarakan tanda-tanda orang yang diterima taubatnya, yaitu pertama, Kondisinya lebih baik setelah taubat, dibandingkan sebelumnya, kedua, Senantiasa takut untuk mengulangi dosa-dosanya, ketiga, Hati senantiasa takut dari siksaan yang disegerakan dan yang ditangguhkan, keempat, Hatinya takluk di Tangan Allah Swt.
Saudaraku sesama muslim, Berapa banyak kasih sayang Allah yang telah kita terima, ia terus mengalir tidak pernah berhenti meskipun kita mendurhakai-Nya. Tapi, terkadang ni’mat itu malah melenakan kita karena kita terlalu menuruti hawa nafsu. Maka, mari kita mensyukuri ni’mat Allah dengan mulai mensucikan hati. Serta jangan berputus asa dari ampunan Allah Swt, karena Nabi pernah bersabda “Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seorang hamba, selama nyawanya belum sampai kerongkongan” (HR. Ahmad).
In Urîdu illal ishlâha mastatha’tu

MENJADI PELAYAN ALLAH SWT

Kehidupan adalah jembatan penyeberangan yang akan mengantarkan kita menuju tempat tujuan. Tak pernah ada yang tahu, siapapun itu --termasuk kita yang setiap saat merasa paling benar, merasa paling berjasa, merasa paling hebat, dan perasaan-perasaan lain yang memperlihatkan egoisnya diri kita dan sesungguhnya sedang mengantarkan kita pada titik nadir diri ini-- apakah sampai pada tujuan tersebut atau malah terpelanting di tengah jembatan penyeberangan kehidupan yang sedang kita jalani ini? Padahal, jurang yang ada di bawah jembatan yang sedang dilalui, sungguh tiada bertepi.



Saudaraku,
Pernahkah kita menyadari, bahwa teramat banyak perilaku kita yang sesungguhnya sedang mengantarkan kita pada jurang yang tiada bertepi tersebut. Tengoklah diri ini ketika tak satu pun kebenaran yang dapat kita serap dari orang lain karena sikap kita yang merasa paling benar. Lihatlah juga ketika diri ini berjalan menengadah ke langit yang begitu tinggi, sementara di bawah, kiri, kanan dan belakang kita bersimpuh tubuh-tubuh lusuh, menengadah mengharapkan penglihatan dan perhatian kita.
Perhatikan pula para pemimpin negeri ini yang diberikan amanah begitu besar untuk melayani rakyatnya, agar sampai pada kemerdekaan hakiki yang dicita-citakan, bukan kemerdekaan semu seperti saat ini. Pernahkan kita melihat mereka seperti layaknya para pelayan yang senantiasa tertuntut untuk melayani tuannya? Tidak! Tidak sama sekali. Mereka jauh lebih senang disebut sebagai penguasa yang justru menuntut untuk dilayani rakyatnya bahkan lebih senang menjadi pelayan negeri-negeri yang arogan. Tak ada apa pun yang mereka lakukan kecuali hanya menjual nama rakyat bagi terpenuhinya segala ambisi mereka memenangkan pertarungan kehidupan. Mereka tidak pernah menyadari, bahwa kemenangan yang mereka kejar sesungguhnya merupakan pintu gerbang menuju kekalahan dan kehinaan yang tiada akan pernah berakhir. Bagaimana tidak! Untuk memenangkan pertarungan kehidupan, mereka tidak merasa malu menjual nama rakyat, seakan-akan rakyat menginginkan apa yang mereka lakukan. Mereka tidak pernah merasa malu saling menghujat, mencaci, menghina bahkan beradu fisik seperti layaknya binatang aduan.
Tentu masih hangat juga dalam ingatan kita, saudara-saudara kita yang mencoba mengadu nasib di negeri orang. Pelayanan yang mereka lakukan pada tuannya malah berbuah pada penderitaan yang tiada akan pernah terlupakan selama hidup mereka.
Tiada hal yang menyebabkan semua itu terjadi, kecuali berawal dari keinginan terpuaskannya nafsu diri, kesombongan jasad dan hal-hal lain yang semuanya menunjukkan betapa kita telah menjadi makhluk paling egois melebihi 'egoistis'nya Tuhan yang memang berhak untuk egois.



Saudaraku,
Mungkin kita semua setuju jika ada yang berpendapat, bahwa tak ada satu pun ajaran etika atau agama yang membenarkan perilaku-perilaku kita seperti yang tertulis di atas. Sebagai seorang muslim, tentu kita akan menghisab semua itu dengan pegangan kita, Kitab Allah Yang Mulia (Al-Quran) sebagai pedoman dan tuntunan bagi teraihnya kehidupan kita yang hakiki.
Ingatkah kita semua ketika Al-Quran mengungkapkan bahwa kebenaran hanyalah milik dan datang dari Allah. Lalu, kekuatan seperti apa yang menjadikan kita mengaku dan merasa sebagai orang yang paling benar dibanding orang lain? Bukankah jika demikian kita telah memposisikan diri sejajar dengan Yang Mahabenar? Tuhan yang berhak kita layani. Demi Allah, kita ini tidak lebih daripada pelayan yang berkewajiban tunduk dan patuh pada satu-satunya Tuan kita, Allah Subhanahu wata'aala.
Masih ingatkah pula ketika Allah Swt. mengungkapkan firman-Nya dalam Al-Quran: "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan (menertawakan) kumpulan orang lain; boleh jadi (yang ditertawakan itu) lebih baik dari mereka (yang menertawakan). Dan jangan pula sekumpulan perempuan (merendahkan) kumpulan perempuan yang lain, boleh jadi (yang direndahkan itu) lebih baik dari mereka. Dan janganlah kamu suka mencela bangsamu dan janganlah memanggilkan dengan gelaran (yang mengandung ejekan)…(QS. Al-Hujurat [49]:11). Dalam ayat lain, Allah Swt juga mengungkapkan firman-Nya: "Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa" (QS. [ ]: ).
Kedua ayat di atas menggambarkan kepada kita bahwa kita semua adalah sama, tiada sekat-sekat yang membedakan bahwa seseorang lebih mulia dibanding yang lainnya. Tiada yang bisa membuktikan bahwa seorang tuan lebih mulia dibanding pelayannya. Tidak ada hal yang menunjukkan bahwa seorang pemimpin lebih mulia dibanding rakyatnya. Tiada seorang pun yang layak mengaku lebih baik daripada orang lain, karena boleh jadi ia lebih buruk dalam pandangan Allah. Jika kita ingin melihat siapakah orang yang paling baik, tengoklah orang-orang yang kesehariannya berusaha untuk memenuhi kehidupannya dengan ketaqwaan kepada Allah Yang Mahaperkasa. Bukankah orang-orang yang taqwa adalah orang-orang yang selalu melayani apapun yang diperintahkan oleh Tuannya (Allah)? Bukankah ia juga orang yang senantiasa menghindar dari apapun yang dilarang oleh Allah?. Pemimpin yang memenangkan pertarungan kehidupan yang hakiki adalah pemimpin yang mampu menjadi pelayan rakyatnya untuk mendekat kepada Allah, sehingga rakyatnya mampu menjadi komunitas manusia penuh kemuliaan.



Saudaraku,
Jika ternyata seorang pelayan bisa lebih mulia dibanding kita dalam pandangan Allah, kenapa kita tidak menjadi bagian dari para pelayan Allah tersebut. Bukankah jaminan bagi para pelayan seperti ini adalah kesenangan hidup yang hakiki dan tiada bertepi? Dan bukankah kehidupan seperti ini yang kita cita-citakan selama ini? Wallahu a'lam.



(Sumber : Jurnal MQ Vol.2/No.1/Mei 2002)

Telah Dekat Qiamat; Bulan Telah Terbelah...

Allah berfirman: "Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah (Q.S. Al-Qamar: 1)" Apakah kalian akan membenarkan kisah yang dari ayat Al-Qur'an ini menyebabkan masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris ??Di bawah ini adalah kisahnya:
Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat Al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah ?
Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut:
Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah. Sejak beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan di Univ. Cardif, Inggris bagian barat, dan para peserta yang hadir bermacam-macam, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim. Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari Al-Qur'an. Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, "Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi [Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah] mengandung mukjizat secara ilmiah ? Maka saya menjawabnya: Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjagkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan, maka itu adalah mukjizat yang terjadi pada Rasul terakhir Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana nabi-nabi sebelumnya. Dan mukjizat yang kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi hal itu memang benar termaktub di dalam Al-Qur'an dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Dan memang Allah ta'alaa benar-benar Maha berkuasa atas segala sesuatu.
Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah bulan. Kisah itu adalah sebelum hijrah dari Mekah Mukarramah ke Madinah. Orang-orang musyrik berkata, "Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?" Rasulullah bertanya, "Apa yang kalian inginkan ? Mereka menjawab: Coba belah bulan, .."
Maka Rasulullah pun berdiri dan terdiam, lalu berdoa kepada Allah agar menolongnya. Maka Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan, dan terbelahlah bulat itu dengan sebenar-benarnya. Maka serta-merta orang-orang musyrik pun berujar, "Muhammad, engkau benar-benar telah menyihir kami!" Akan tetapi para ahli mengatakan bahwa sihir, memang benar bisa saja "menyihir" orang yang ada disampingnya akan tetapi tidak bisa menyihir orang yang tidak ada ditempat itu. Maka mereka pun pada menunggu orang-orang yang akan pulang dari perjalanan. Maka orang-orang Quraisy pun bergegas menuju keluar batas kota Mekkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan. Dan ketika datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Mekkah, maka orang-orang musyrik pun bertanya, "Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?"Mereka menjawab, "Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dansaling menjauh masing-masingnya kemudian bersatu kembali...!!!"
Maka sebagian mereka pun beriman, dan sebagian lainnya lagi tetap kafir (ingkar). Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya:
اقتربت الساعة وانشق القمر، وإن يروا آية يعرضوا ويقولوا سحر مستمر، وكذبوا واتبعوا أهوائهم، وكل أمر مستقر ...
Sungguh, telah dekat hari qiamat, dan telah terbelah bulan, dan ketika melihat tanda-tanda kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata, "Ini adalah sihir yang terus-menerus", dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap ....sampai akhir surat Al-Qamar.
Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar. Dan setelah selesainya Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, "Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris. Wahai tuan, bolehkah aku menambahkan??"
Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab: Dipersilahkan dengan senang hati."
Daud Musa Pitkhok berkata, "Aku pernah meneliti agama-agama (sebelum menjadi muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemah makna-makna Al-Qur'an yang mulia. Maka, aku pun berterima kasih kepadanya dan aku membawa terjemah itu pulang ke rumah. Dan ketika aku membuka-buka terjemahan Al-Qur'an itu di rumah, maka surat yang pertama aku buka ternyata Al-Qamar. Dan aku pun membacanya:
Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah...
Maka aku pun bergumam: Apakah kalimat ini masuk akal?? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali?? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu??? Maka, aku pun menghentikan dari membaca ayat-ayat selanjutnya dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi Allah Yang Maha Tahu tentang tingkat keikhlasam hamba-Nya dalam pencarian kebenaran. Maka aku pun suatu hari duduk di depan televisi Inggris. Saat itu ada sebuah diskusi diantara presenter seorang Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa AS. Ketiga pakar antariksa tersebut pun menceritakan tentang dana yang begitu besardalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan. Presenter pun berkata, " Andai dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah lebih banyak berguna". Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya dan berkata, "Proyek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada banyak segmen kehidupan manusia, baik segi kedokteran, industri, dan pertanian. Jadi pendanaan tersebut bukanlah hal yang sia-sia, akan tetapi hal itu dalam rangka pengembangan kehidupan manusia.
Dan diantara diskusi tersebut adalah tentang turunnya astronot menjejakkan kakiknya di bulan, dimana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar. Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget danberkata, "Kebodohan macam apalagi ini, dana begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?" Mereka pun menjawab, "Tidak, ..!!! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan dana itu kepada siapapun. Maka presenter itu pun bertanya, "Hakikat apa yang kalian telah capai sehingga demikian mahal taruhannya. Mereka menjawab, "Ternyata bulan pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali.!!! Presenter pun bertanya, "Bagaimana kalian bisa yakin akanhal itu?" Mereka menjawab, "Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Maka kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya, dan mereka mengatakan, "Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah lalu bersatu kembali".
Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, "Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, "Mukjizat (kehebatan) benar-benar telah terjadi pada diri Muhammad sallallahu alaihi wassallam 1400-an tahun yang lalu. Allah benar-benar telah mengolok-olok AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, 100 juta dollar lebih, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin !!!! Maka, agama Islam ini tidak mungkin salah ... Maka aku pun berguman, "Maka, aku pun membuka kembali Mushhaf Al-Qur'an dan aku baca surat Al-Qamar, dan ... saat itu adalah awal aku menerima dan masuk Islam.
Diterjemahkan oleh: Abu Muhammad ibn Shadiq

( Sabtu, 22 Sya'ban1424H/18102003M )